Dikala Winter Kembali Berganti Autumn

Jantungku berdegup kencang ketika melihat garis pink samar kedua di testpack. Rasanya antara pengen teriak dan terharu. Setelah melewati beberapa testpack negatif, sekarang aku malah jadi deg-degan sendiri harus berbuat apa. Ingin secepatnya memberi tahu suami dan keluarga berita gembira ini. Bersyukur atas karunia Allah akhirnya menitipkan seorang calon bayi setelah 1.5 tahun usia pernikahan kami.

Kesibukanku segera berubah drastis. Buku-buku bacaan langsung berganti dengan seputar kehamilan. Duh, pingin diborong semua buku-buku di perpustakaan. Kegiatan bekerja di glasshouse juga langsung aku stop dengan senang hati. Goodbye, kerja rodi.

Saat itu kami sedang tinggal di Adelaide. Aku menemani suami yang studi disana, dan nantinya setelah setahun akan dilanjutkan di Pittsburgh, USA hingga lulus. Berdasarkan usia kehamilan, bayi kami akan dilahirkan di USA. Oh, betapa tantangan terbentang di hadapan. Namun, aku dan suami malah tambah semangat. Ingin coba pengalaman punya bayi di negeri orang. Kami berdua Memang adalahh pasangan petualang (namun minim pengalaman) 😀

Tantangan awal, sungguh Allah Maha Adil. Aku berharap bisa bersantai-santai di rumah tanpa perlu capek-capek bekerja lagi. Pada kenyataannya diberikan cobaan trimester pertama. Cobaan yang cukup membuat suamiku kewalahan (sepertinya). Makanan dan minuman yang masuk sebagian besar keluar lagi. Sempat diinfus karena aku sudah begitu kekurangan cairan dan harus rutin minum obat mual. Aku hanya suka wangi sabun mandi. Wangi masakan, nasi, hingga sabun cuci piring bisa menambah penuh ember siaga disamping tempat tidurku. Istirahat total di tempat tidur sambil menghitung hari.

Aku menghibur diri dengan membaca, browsing artikel-artikel. Ceritanya mau jadi bumil pintar sekaligus stimulasi calon bayi di perut. Selama hamil entah kenapa aku juga suka sekali nonton siaran tv anak. Mulai dari chuggington, giggle and hoot, night in the garden, dll. Kalau sama suami, tidak bosan-bosannya nonton friends dan big bang theory meskipun sudah berulang-ulang diputar. lumayan jadi bisa ketawa-ketiwi.

Momen-momen yang juga menghibur sekaligus mendebarkan adalah ketika bertemu janji dengan dokter kandungan. Terutama ketika USG. Alhamdulillah hasil pemeriksaan selalu normal. Terharu rasanya untuk pertama kali melihat gambaran calon bayi kami di monitor petugas. Mungil, berenang berputar perlahan di dalam ruang bulatnya.

Masuk trimester kedua, saat yang dinanti. Saat yang katanya merupakan favorit ibu hamil, istilahnya babymoon. Ketika kandungan belum terlalu berat, mual-mual telah hilang. Tapi sepertinya bagiku itu hanya mitos :p. Cuaca yang berganti dari musim gugur ke musim dingin membuat makin sensitif saja. Selimut tebal kadang tidak cukup menghangatkan. Ada satu hal lagi, yaitu jerawat. Banyak kabar beredar kalau punya bayi perempuan kulitnya halus. Kenapa aku mengalami sebaliknya? Bumil maunya jauh-jauhin muka dari kamera deh.

Mual-mual berlanjut, aku makin hilang ditelan kasur dan selimut. Rasanya seperti terombang-ambing diatas kapal laut. Setiap ada undangan untuk kumpul-kumpul kami tidak bisa hadir karena takut mencium bau makanan. Kasihan suamiku yang nampak lebih kurus karena sulit makan dengan leluasa di rumah kami. Namun masa-masa itu membuatku jadi tahu suamiku punya potensi bagus mengurus rumah. Bisa masak nasi, rajin cuci piring, beres-beres rumah. Telor dadar buatan suamiku adalah satu2nya yang bisa kumakan ketika itu. Ketika nasi dan telor dimasak di dapur, terpaksa aku kami harus menutup rapat pintu kamar.

Kemudian, ketika aku mulai mencoba pasrah dan bersahabat dengan keadaan, segalanya perlahan menjadi lebih baik. Betul sekali Allah bersama orang sabar. Suamiku bahkan menawarkan untuk pulang ke Indonesia sebelum keberangkatan kami ke USA. Tak terkira senangnya aku akan segera merasakan hangatnya Indonesia.

Ajaib sekali selama hampir 2 minggu di Indonesia aku tidak merasakan mual yang berarti. Mungkin karena efek cuaca yang hangat, sekaligus bisa melepas rindu dengan orangtua. Aku bahkan sempat mencicipi durian sedikit. Karena waktu itu bulan puasa, aku berwisata kuliner yang lain ala kadarnya. Toleransi sama suami :). Bisa dibilang babymoon kalau buat aku. Kalau buat suami yang tidak menyukai kota Jakarta, agak diragukan.

Perjalanan ke Amerika dilakukan masih di trimester keduaku. Masih aman untuk perjalanan jauh dengan pesawat untuk ibu hamil. Bersyukur sekali kami diberikan momen-momen yang tepat dalam kehamilan sambil pindah-pindah negara ini. Kalau saja lebih cepat atau lebih maju beberapa bulan saja, mungkin aku dan calon bayi tidak bisa travelling kesana-kemari dengan si calon ayah.

Setelah di Pittsburgh, masuk trimester ketiga aku mual-mual lagi. Saat itu kami lagi-lagi bertemu akhir musim gugur dan menghadapi winter. Siklus musim di Australia bisa dibilang berkebalikan dengan Amerika. Kali ini aku berusaha untuk terbiasa. Alhamdulillah tidak separah trimester satu. Kalaupun nanti musim dingin, kami punya heater yang bisa dipakai sepuasnya di dalam apartemen. Mengetahui hal itu saja sudah membuatku tenang.

Aku selalu membawa beberapa kantong plastik setiap harus keluar rumah. Hal ini untuk jaga-jaga kalau ada makanan yang minta dikeluarkan lagi. Pernah suatu hari ketika ada janji ke dokter, aku tiba-tiba mual diatas bis. Dengan cepat aku tekan bel untuk berhenti di halte terdekat. Begitu turun bis, belum sempat membuka kantong, isi perut sudah duluan keluar. Duh, malunya aku.

Aku sudah bisa merasakan pergerakan si calon kesayangan kami di dalam perutku. Terasa nyaman ketika aku mengelus-elus ada bagian yang tiba-tiba terasa kencang akibat tendangan atau mungkin dorongan kepalanya. Kami mendengarkan musik bersama, mengaji, nonton tv. Tiap hari aku usahakan berjalan keluar rumah. Ah, sangat menyenangkan saat-saat itu. Berjalan ke perpustakaan, ke kampus suami, ke supermarket, ke taman-taman luas dan cantik yang ada disana. Babymoon fase 2!

forblog

Aku dan suami mengambil kelas “childbirth” dan “basic baby care” di rumah sakit tempat aku berencana melahirkan. Punya bayi tanpa sanak keluarga dekat membuat kami benar-benar harus merasa siap. Berkali-kali aku latihan memasang popok. Berkali-kali juga nonton video memandikan bayi, menyusui bayi, dsb.

Sampai akhirnya ‘due date’ sudah lewat. Oh tidak, aku dijanjikan untuk induksi. Karena tak kunjung tambah bukaan di minggu ke 41. Kami  pasrah saja. Berusaha percaya dengan saran dokter yang lebih berpengalaman. Keluar apartemen jam 12 malam, di saat salju setebal kira-kira 20cm menutupi jalan. Cahaya dari lampu jalan membuat suasana jadi terang benderang, indah sekali. Kami menunggu bis terakhir hari itu di persimpangan jalan. Kami satu-satunya penumpang di bis itu.

Perasaanku tak menentu.Udara tidak terasa dingin olehku. Sejak hamil 9 bulan aku jadi bersahabat erat dengan cuaca dingin dan salju. Heater kadang terasa terlalu panas. Mungkin karena perutku yang sangat lebar ini sudah berubah menjadi heater alami.

Induksi tahap 1 dimulai jam 3 pagi, jam 8 aku bukaan 4. Dokter memberitahu akan melakukan induksi berikutnya melalui infus. Oh tidak, aku sudah mulai merasakan sakit yang mulai tak tertahankan saat itu. Memang aku orangnya agak lemah dalam menahan sakit. Selain rasanya sudah lelah sekali karena sulit tidur dari siang kemarennya. Feelingku berkata aku butuh penahan sakit. Padahal dari awal aku berniat kelahiran normal tanpa intervensi medis.

Aku kontak Mama, Papa, kakak, adik, minta maaf dan minta didoakan supaya lancar dan dimudahkan. Ketika Suster datang menawarkan epidural, aku iyakan saja. Setelah proses pemberian epidural terlaksana dengan baik, aku tertidur. Berikutnya Hingga bukaan 10 aku hampir tidak merasakan sakit. Pada hari Jum’at pukul 2.30 sore, lahirlah putri kami Kirana Delia Azzahra dengan berat 3.2 kg.

Sekarang Kira sudah berusia hampir 17 bulan. Anak yang lincah dan lucu. Alhamdulillah.. Ayah bunda selalu mendoakan semoga Kira jadi anak yang shalehah, bahagia dunia dan akhirat.

“On the night you were born,the moon shone with such wonder that the stars peeked in to see you and the night wind whispered,

‘Life will never be the same.’ Because there had never been anyone like you… ever in the world..” (Nancy Tillman, On the Night You Were Born)

Tulisan ini disertakan dalam kompetisi Pregnancy Story

Leave a comment